Sejarah Kependudukan Jepang di Indonesia

Penjajahan Jepang di Indonesia dimulai pada tahun 1942. Secara resmi Jepang telah menguasai Indonesia sejak 8 Maret 1942 ketika Panglima Tertinggi Pemerintah kolonial Hindia Belanda menyerah tanpa syarat di Kalijati, Bandung.
Negeri Matahari terbit itu berhasil menduduki Hindia-Belanda dengan tujuan untuk menguasai sumber-sumber alam, terutama minyak bumi, guna mendukung potensi perang Jepang serta mendukung industrinya.

Semisalnya Pulau Jawa yang dijadikan sebagai pusat penyediaan seluruh operasi militer di Asia Tenggara, dan Sumatera menjadi sumber minyak utama.
Saat menguasai Indonesia, Jepang tak mempunyai banyak perlawanan. Masyarakat Indonesia menyambut kedatangan bala tentara Jepang dengan perasaan senang. Ini lantaran mereka mengira Jepang telah membebaskan bangsa Indonesia dari masa penjajahan Belanda.

Pemerintah militer Jepang bersikap baik terhadap bangsa Indonesia dengan mengaku sebagai saudara tua bangsa Indonesia. Namun sayang hal itu berubah usai beberapa waktu menduduki Indonesia.

Melansir dari berbagai sumber, hal ini disebabkan karena Jepang mengetahui harapan yang besar dari bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaan, mereka mulai menciptakan propaganda-propaganda untuk menaruh kepercayaan pada hati bangsa Indonesia.

Upaya-upaya berlaku baik terus dilakukan pemerintah militer Jepang. Dengan membentuk organisasi yang akan memperkuat keyakinan Indonesia bahwa Jepang berada di pihaknya.

Organisasi-organisasi tersebut antara lain, Gerakan Tiga A, merupakan organisasi pertama yang didirikan Jepang pada 29 April 1942 yang dipimpin oleh Mr. Syamsuddin. Lalu ada Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) atau Majelis Syura Muslimin Indonesia (Masyumi) dibentuk pada 22 November 1943, dibawah pimpinan K.H Hasyim Asy’ari, menjadi organisasi Islam yang didirikan oleh Jepang.

Setelahnya ada Putera (Pusat Tenaga Rakyat), didirikan pada 1 Maret 1942. Organisasi ini dipimpin oleh empat serangkai, yaitu Ir. Soekarno, Drs. Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan K.H. Mas Mansyur dan terakhir yakni Jawa Hokokai (Himpunan Kebaktian Jawa), didirikan pada 8 Januari 1944. Organisasi ini dipimpin oleh pejabat-pejabat Jepang.

Propoganda terkenal yang diusung Jepang adalah gerakan tiga A yakni Jepang pelindung Asia, Jepang pemimpin Asia dan Jepang cahaya Asia. Tetapi gerakan Tiga A hanya bertahan sementara. Penyebabnya adalah kurangnya simpati masyarakat Indonesia terhadap gerakan tersebut.

Akan tetapi Jepang semakin jelas menjajah Indonesia setelah sumber-sumber ekonomi dikontrol secara ketat oleh pasukan Jepang. Pengontrolan ini dilakukan untuk kepentingan perang dan kemajuan industri Jepang.

Cara-cara yang mereka lakukan adalah adanya sistem Romusha guna pembangunan jalan, jembatan dan lapangan udara. Para petani diawasi secara ketat dan hasil-hasil pertanian harus diserahkan kepada pemerintah Balatentara Jepang, dan hewan peliharaan penduduk dirampas secara paksa untuk dipotong guna memenuhi kebutuhan konsumsi perang.

Merasa membutuhkan tentara untuk membantunya melawan kekuatan Amerika dan sekutunya, pada tahun 1943 Jepang memberikan latihan kemiliteran ke masyarakat Indonesia.

Dengan adanya organisasi militer itu dapat membantu Jepang melawan sekutu. Organisasi kemiliteran yang dibentuk Jepang, di antaranya Seinendan (Barisan Pemuda), beranggotakan pemuda berusia antara 14-22 tahun; Keibodan (Barisan Pembantu Polisi), beranggotakan pemuda berusia 26-35 tahun.

Setelah itu ada Heiho (Pembantu Prajurit Jepang), anggota Heiho ditempatkan dalam kesatuan tentara Jepang sehingga bannyak dikerahkan ke medan perang; Pembela Tanah Air (PETA), dibentuk pada 3 Oktober 1943. Calon perwira PETA mendapatkan pelatihan di Bogor. Tujuan didirikannya PETA adalah untuk mempertahankan wilayah masing-masing.

Fujinkai (Barisan Perhimpunan Wanita), Suishintai (Barisan Pelopor), Jibakutai (Barisan Berani Mati); Seinentai (Barisan Murid Sekolah dasar), Gakukotai (Barisan Murid Sekolah dan Lanjutan), dan Hizbullah (Organisasi pemuda-pemuda Islam yang dididik militer).